BAB I
PENDAHULUAN
Sebelum kita
uraikan tentang masa kenabian Muhammad s.a.w. terlebih dahulu kita perlu
menyinggung sedikit tentang arti kenabian.
Kenabian berasal
dari kata nabi. Kata yang berasal
dari naba’ yang artinya berita penting. Berita yang dimaksud
adalah informasi yang diterima seseorang dari Allah. Semua nabi memperoleh
informasi dari Allah, dengan berbagai cara. Informasi yang diberikan oleh Allah
mengandung petunjuk bagi para pemeluknya.
Pada zaman
dahulu kebanyakan orang mengaitkan kenabian dengan sihir, tenung, dan perdukunan.
Kaum musyrik mekkah mengira bahwa nabi haruslah berbeda dengan manusia dengan
kata lain tidak mempunyai sifat-sifat kemanusiaan, Nabi Muhammad s.a.w. dalam
membuktikan kenabian beliau tidak mengandalkan hal-hal luar biasa yang bersifat
material/indrawi. Namun jika ada yang menuntut hal demikian, maka beliau
diperintahkan menjawab:
Orang-orang kafir mekkah berkata:
Mengapa tidak diturunkan kepadanya mukjizat-mukjizat dari Tuhannya? Katakanlah:
‘sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah dan sesungguhnya aku
hanya seorang pemberi peringatan yang nyata.’ (QS. Al-’Ankabut : 50).
Memang
banyak hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia, seperti cara
berhubungan dengan Tuhan, apa yang disenangi dan dilarang tuhan, dan lain-lain. Oleh karena itu kita sangat membutuhkan
kehadiran nabi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
AWAL KENABIAN
1.
Mimpi yang Nyata
Imam
Bukhari meriwayatkan masa kenabian yang dialami Nabi Muhammad s.a.w. dengan
mimpi-mimpi yang terbukti kebenarannya. Ini terjadi enam bulan sebelum
kehadiran wahyu pertama atau tepatnya, menurut sebagian ulama, yaitu pada bulan
Rabi’ul Awwal (sama dengan kelahiran dan wafat beliau). Pendapat kuat tentang
turunnya wahyu Al-Qur’an adalah bulan Ramadhan.
Mimpi
adalah suatu bentuk/cara Allah memberi informasi. Mimpi yang dialami Nabi
menjelang masa kenabian adalah sebagai cara Allah untuk meyakinkan Muhammad
bahwa ada kekuatan yang memberikan informasi yang benar.
2.
Wahyu Pertama
Pada
bulan Ramadhan, setelah nabi berusia empat puluh (baca QS. Al-Ahqaf : 15),
beliau bertahannus dan menyendiri di Gua Hira, pada malam ketujuh belas
Ramadhan, tepatnya 6 Agustus 610 M, Malaikat Jibril atas perintah Allah datang
menemui Muhammad s.a.w. ketika itulah malaikat Jibril menyampaikan wahyu
Al-Qur’an yang pertama (baca QS. Al-‘Alaq : 1-5).
Nabi
Muhammad dirangkul dengan keras oleh Malaikat Jibril, dan beliau diperintahkan
oleh Malaikat Jibril agar mebaca Iqra’/bacalah!
Kata Jibril. Nabi Muhammad s.a.w. menjawab maa
ana biqari’in/aku tidak dapat membaca.
Setelah tiga
kali diperintah demikian barulah beliau berucap “apa yang harus saya baca?”
lalu Jibril menyampaikan lima ayat pertama dari firman Allah pada Surah
Al-‘Alaq tersebut. Peristiwa ini mengisyaratkan kepada Nabi Muhammad bahwa pentingnya
kandungan dari perintah tersebut Beliau kaget dan takut sehingga menghentikan
penyendiriannya dan langsung kembali kerumah dan meinta diselimuti. Setelah
menceritakan pengalaman beliau kepada istri tercinta, Khadijah ra., sang istri
dengan bijaksana dan matang itu,menenangkan beliau dengan mengajak Nabi bertemu
dengan anak paman Khadijah, Waraqah bin Naufal, yang ketika itu berusia
lanjutdan dikenal sebagai salah seorang penganut agama Nasrani.disana Nabi
menceritakan pengalamannya kembali, setelah selesai bercerita, Waraqah berkata
“Demi Tuhan yang jiwaku berada didalam genggaman-Nya. Sungguh Engkau adalah
Nabi umat ini. Telah dating kepadamu an-Namus (Malaikat Jibril) yang pernah
dating kepada Nabi Musa. Sungguh kaummu akan mendustakanmu, mengganggumu,
mengusirmu, dan memerangimu.”
Nabi s.a.w. bertanya : apakah
mereka akan mengusirku ?
Waraqah menjawab : “ya, tidak
seorangpun yang datang membawa serupa dengan yang engkau bawa, kecuali dimusuhi
dan dipeperangi orang. Kalau aku mencapai masa itu, usiaku panjang, niscaya aku
akan membelamu dengan perbedaan yang kuat.”
Apa
yang dilakukan Khadijah dengan menenangkan suaminya serta mengajak berkunjung
ke seseorang yang pandai dan terpercaya merupakan suatu yang amat tepat. Khadijah tidak sekedar
menenangkan Nabi tetapi juga menguatkan keyakinan nabi. Khadijah pun , dalam
suatu riwayat, masih tetap berusaha meyakinkan Nabi s.a.w. bahwa yang
mendatangi beliau bukanlah setan, tetapi Malaikat. Ibn HIsyam meriwayatkan dari
Ibn Ishaq, bahwa khadijah pernah meminta Nabi s.a.w. memberi tahunya jika
jibril mengunjungi beliau. Suatu ketika Nabi melihat JIbril, maka beliau
memberitahu Khadijah. Ketika MAlaikat itu dating, Khadijah pun meminta Nabi
untuk duduk di paha kananya, sambil apakah masih melihatnya. “Ya,” jawab Nabi,
lalu Khadijah memintanya duduk di paha kirinya. Nabi pun masih melihat Jibril.
Lalu Khadijah meminta Nabi untuk duduk di pangkuannya. Nabipun masih tetap
melihat Jibril. Tetapi Khadijah membuka auratnya, di bertanya: “Apakah masih
melihatnya?” Nabi menjawab: “Tidak lagi”. Maka Khadijah berkata “Wahai putra
Pamanku! Berteguh hatilah dan bergembiralah Demi Allah, sesungguhnya dia (yang
engkau lihat) adalah malaikat, bukan setan.”
3.
Ma’shum
Ma’shum
secara etimologi, berasal dari kata ishamah yang berarti menahan diri,
penetapan, patuh, dan tidak mengeluarkan sesuatu. Al-Raghib menjelaskan
pengertian ma’shum adalah mencegah,
berpegang tegun dan memelihara. Sementara al-ishamah
menurutnya adalah hal-hal yang dipengang teguh. Jadi al-ishamah merupakan penjagaan Allah yang khusus diberikan kepada
orang-orang yang telah mencapai derajat tertentu. Mereka adalah para nabi,
karena mereka tidak melakukan dosa bahkan tidak sedikitpun tergores di dalam
hati dan pikiran untuk berbuat dosa dan kesalahan yang dilarang agama.
Dari penjelasan
diatas, terlihat bahwa sifat ma’shum merupakan kekuatan jiwa yang kuat, dengan
kekuatan tersebut dapat mencegah seseorang dari berbuat dosa dan maksiat,
sekalipun dalam kondisi yang sangat suli. Kekuatan jiwa ini dicapai dengan
pengetahuan yang sempurna terhadap keburukan dan kejahatan serta ancaman bagi
para pelaku dosa, dengan kehendak serta keinginan yang kuat untuk mengendalikan
hawa nafsu. Melalui sifat Ma’shum ini, tidak berarti bahwa Allah memaksa para
nabi untuk meninggalkan dosa dan mencabut kebebasan berkehendak dalam usaha
mereka. Sifat ma’shum yang dimiliki nabi adalah anugrah Allah, karena setiap
manusian selain nabi selalu melakukan kesalahan dan berbuat maksiat. (baca QS.
Al-Hadid : 28).
B. Kondisi Mekkah Pada Awal Kenabian
1.
Dakwah Secara Sembunyi-sembunyi
Pada periode
ini, tiga tahun pertama, dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi
Muhammad mulai melaksanakan dakwah islam dilingkungan keluarga, mula-mula istri
beliau sendiri, yaitu Khadijah, kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar sahabat
beliau, kemudian Zaid bekas budak beliau. Disamping itu, banyak orang yang
masuk islam dengan perantara Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal
Awwalun yaitu orang-orang yang lebih dahulu masuk islam. Mereka adalah Usman
bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin
Waqqash, Abdur Rahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Abu Ubaidah bin
Jarrah, dan Al-Arqam bin Abil Arqam yang rumahnya dijadikan tempat untuk
berdakwah secara sembunyi-sembunyi.
2.
Dakwah Secara Terang-terangan
Dakwah secara
terang- terangan dimulai pada tahun ke empat dari kenabian, yakni setelah
turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara
terang-terangan.
Tahapan dakwah
Rasulullah SAW secara terang-terangan :
a.
Mengundang kaum kerabat keturunan Bani Hasyim,
untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak mereka agar masuk islam. Tapi karena
chaya hidayah Allah SWT waktu itu belum menyinari hati mereka, mereka belum
menerima islam sebagai agama mereka. Namun ada tiga orang kerabat dari kalangan
Bani Hasyim yang sebenarnya sudah masuk Islam, tetapi merahasiakan
keislamannya, pada hari itu menyatakan dengan tegas keislamannya. Yaitu Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid
bin Haritsah.
b.
Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota
mekkah, kemudian Rasulullah SAW memberi peringatan kepada semua yang hadir agar
segera meninggalkan penyembahan terhadap berhala-berhala dan hanya menyembah/menghambakan
diri kepada Allah SWT, namun ajakan dakwah beliau meneriaki dengan ejekan, ada
kelompok yang diam saja kemudian pulang. Bahkan Abu Lahab, bukan hanya mengejek
tetapi berteriak-teriak bahwa Muhammad orang gila, seraya berkata “ Celakalah
engkau Muhammad, untuk inikah engkau mengumpulkan kami?” sebagai balasan atas
perkataan Abu Lahab turunlah ayat Al-qur’an yang berisi kutukan Allah SWT
terhadap Abu Lahab, yakni surat Al-Lahab : 1-5
Pada periode ini juga dua orang dari kaum kafir Quraisy,
yaitu Hamzah bin Muthalib (paman Nabi) dan Umar bin Khattab. Hamzah masuk islam
pada tahun ke-6 dari kenabian sedangkan Umar tidak lama setelah sebagian kaum
Muslmin berhijrah ke Habasyah atau Ethiopia pada tahun 615 M.
Factor
yang menyebabkan dakwah beliau banyak mendapat tantangan dari kaum Quraisy
yaitu sebagai berikut:
a. Mereka
tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa
tunduk kepasa seruan Nabi Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani
Abdul Muthalib.
b. Nabi
Muhammad menyerukam persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.
c. Para
pemimpin Quraisy tidak mau percya ataupun mengakui serta tidak menerima ajaran
tentang kebangkitan kembali dan pembalasan diakhirat.
d. Taklid
kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berakar pada bangsa Arab, sehingga
sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti
agamaislam.
e. Takut
kehilangan mata pencaharian karena pemahat dan penjual patung memandang islam
sebagai penghalang rizki mereka.
Langkah kaum
Quraisy dalam menentang dakwah Nabi Muhammad di Mekkah di antaranya sebagai
berikut:
1. Membujuk,
karena kekuatan Nabi terletak pada perlindungan Abu Thalib yang sangat disegani
masyarakat Mekkah maka kaum Quraisy meminta Abu Thalib meminta satu di antara
dua yaitu memerintahkan Muhammad agar berhenti berdakwah atau menyerahkan
kepada mereka untuk dibunuh. Abu Thalib berharap agar Muhammad berhentikan
dakwahnya. Namun Nabi menolak dengan mengatakan “Demi Allah saya tidak akan
berhenti memperjuangkan amanat Allah ini. Walaupun seluruh anggota keluarga dan
sanak mengucilkan saya”. Abu Thalib terharu mendengarkan Jawaban keponakannya
itu, kemudian ia berkata “Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membantu”.
Merasa Gagal
dengan semua cara kemudian kaum Quraisy dating langsung untuk membujuk Nabi
dengan menawarkan tahta, wanita, dan harta asal Nabi bersedia menghentikan
dakwahnya. Namun semua tawaran tersebut ditolak oleh Nabi dengan mengatakan
“Demi Allah, biarkan mereka meletakan matahari di tangan kananku, dan bulan di
tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini sehingga agama ini menang
atau aku binasa karenanya”.
2. Mengintimidasi,
karena gagal dengan cara membujuk, para pemimpin Quraisy melakukan
tindakan-tindakan kekerasan yang lebih dari sebelumnya. Budak-budak yang masuk
islam disiksa oleh tuannya dengan sangat kejam. Para pemimpin Quraisy menyuruh
menyiksa setiap keluarga yang anggota keluarganya yang masuk islam untuk murtad
kembali. Untuk menghindari kaum muslimin dari tindakan kekejaman ini, nabi
memerintahkam mereka Hijrah ke Habsyah (Ethiopia).
3. Memboikot
seluruh keluarga Bani Hasyim. Tidak seorangpun penduduk mekkah diperkenankan
untuk melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Akibatnya banyak dari
Bani Hasyim yang menderita kelaparan. Hanya karena kasihan beberapa kaum Quraisy
menghentikan pemboikotan ini
C. Karakteristik dan Kekhasan Nabi Muhammad SAW
Karakteristik
dan Kekhasan Nabi Muhammad SAW.
a.
Kepribadian yang tangguh
Nabi Muhammad s.a.w. adalah sosok yang sangat kuat
baik pada saat kecilnya maupun dewasanya dan bahkan sampai wafatnya menujukkan
sifat yang sangat teguh pendirian (istiqamah) sejak pertama beliau tidak
terpengaruh oleh kondisi masyarakat di sekitar yang terkenal kebobrokan dan
kejahiliyahannya, menyembah berhala dan patung. Kepribadian inilah yang menjadi
dasar dan landasan yang kokoh bagi seorang pemimpin, karena hal itu bermakna
juga sebagai seseorang yang memiliki prinsip hidupyang kokoh dan kuat.
b.
Kepribadian dan Akhlak Terpuji
Kepribadian yang terpuji ini memiliki beberapa sifat
yang terhimpun dalam pribadi Nabi Muhammad disebut sifat wajib Rasul meliputi
shidiq, amanah, tablig dan fathanah.
Sifat jaiz, seperti rasa sedih, sabar, dan tabah.
Sifat jaiz dan sifat wajib, sangat menunjang pelaksanaan kepemimpinan yang
beliau laksanakan. Dalam segala hal akhlak Nabi adalah Al-Qur’an, dalm rangka
menciptakan standar al-akhlakul al-karimah yang tinggi, Muhammad mengajar
manusia dengan menggunakan keteladanan
dalam berbagai aspek kehidupan, hal ini dapat dibuktikan dri seluruh prilaku
beliau yang merefleksikan nilai-nilai pendidikan. Dengan mengambil keteladanan
dari kehidupan Nabi s.a.w. dari sini dapat diketahui bahwa inti dari
kepemimpinan pendidikan Nabi Muhammad adalah penanaman dan pengembangan sistem
akidah, ubudiyah, dan muamalah yang berlandaskan pada akhlakul karimah.
c.
Pemaaf dan sederhana
Pada masa penaklukan kota Mekkah beliau memaafkan
musuh yang telah menganiyayanya dan para sahabatnya selama 13 tahun. sebagai
kepala Negara rutinitas hariannya sangat sederhana dan merefleksikan sikapnya
yang rendah hati. Beliau memperbaiki dan menjahit pakaianya yang sobek dan
menambal sepatunya sendiri. beliau juga terbiasa memerah susu kambing
peliharaanya dan membersihkan lantai rumahnya yang sederhana.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Masa kenabian bermula ketika Nabi Muhammad
s.a.w. berusia 40 tahun, ketika beliau bertahannus di Gua Hira.
2. Priodeisasi
Dakwah Nabi Muhammad s.a.w.
-
Secara sembunyi-sembunyi
Dimulai dari keluarga dan yang paling
dekat dengan nabi
-
Secara terang-terangan
Mengundang makan keturunan Bani Hasyim
untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak mereka memeluk islam.
Rasulullah SAW mengumpulkan warga kota
mekkah dan memberi peringatan
3. Kondisi
mekkah pada masa awal kenabian
-
Membujuk Nabi menghentikan dakwahnya
-
Melakukan tindakan kekerasan
-
Memboikot seluruh keluarga Bani Hasyim
4. Karakteristik
dan kekhasan Nabi Muhammad
-
Pribadi yang tangguh
-
Kepribadian dan akhlak yang terpuji
-
Pemaaf dan sederhana
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M.Quraish. 2011. Membaca Sirah Nabi Muhammad saw Dalam
Sorotan Al-Qur’an dan Hadits Shahih. Jakarta: Lentera Hati
Bin Abdul Karim, Abdurrahman. Kitab sejarah nabi Muhammad SAW.
Yogyakarta : Diva Press
Tidak ada komentar
Posting Komentar