Senin, 23 Mei 2016

Hasil-Hasil Budaya zaman Hindu-Budha

A.            Bahasa dan Tulisan Masuknya agama Budha ke Indonesia membawa pengaruh positif terhadap budaya tulis. Setelah mengenal b... thumbnail 1 summary


A.           Bahasa dan Tulisan
Masuknya agama Budha ke Indonesia membawa pengaruh positif terhadap budaya tulis. Setelah mengenal budaya tulis bangsa Indonesia mulai memasuki zaman sejarah. Sebelum kedatangan bangsa India, Indonesia belum mengenal budaya tulis. Padahal budaya tulis sangat penting bagi manusia untuk mengembangkan dan merekam pengetahuan-pengetahuan. Dengan dikenalnya budaya tulis manusia dapat mempelajari dan mewariskan pengetahuannya kepada generasi selanjutnya. Jenis tulisan yang dibawa India ke Indonesia adalah bahasa sansakerta dengan huruf pallawa. Bahasa sansakerta ini sering digunakan sebagai penggunaan nama tempat, nama diri, dan gelar penjabat tinggi. Contoh penggunaan bahasa sansakerta terhadap nama diri dan gelar dilingkungan istana:  Raja dari kutai Mulawarman, Raja Tarumanegara  Punawarman, dan lain-lain. Huruf pallawa ini kemudian dikembangkan di beberapa daerah menjadi huruf Batak, Kawi, Jawa, Dan Bali.
B.           Kesusastraan
Tradisi kebudayaan Hindu-Budha mempengaruhi para punjangga kerajaan Hindu-Budha di Indonesia dalam menuliskan karya sastranya. Pada masa kerajaan Hindu-Budha, banyak karya sastra India yang disadur oleh pujangga ke dalam sastra Jawa Kuno. Misalnya, cerita Kepahlawanan Ramayana dan Mahabhrata. Di Indonesia kedua cerita kepahlawanan tersebut menjadi bahan cerita dalam puisi jawa kuno (kakawin) dan seni pertunjukan wayang. Kedua kitab tersebut merupakan kepercayaan kebudayaan Hindu. Tetapi setelah berkembang di Indonesia tidak sama proses seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh pujangga Indonesia, kedalam bahasa jawa kuno. Tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh punakawan seperti Semar, Bagong, Petruk, dan  Gareng. Bahkan dalam kisah Bharatayudha yang disadur dari kitab Mahabhrata tidak diceritakan perang antara Pandawa dan Kurawa, tetapi diceritakan kemenangan Jayabaya dari Kediri melawan Jenggala.
C.           Seni Bangunan
Pengaruh budaya Hindu-Budha di Indonesia sangatlah besar pada seni bangunan candi. Di Indonesia, candi memiliki arti atau bentuk bangunan yang beragam. Misalnya, candi yang berfungsi sebagai tempat peribadatan dan makam, candi pemandian suci, candi padas, candi gapura, dan candi asrama pendeta. Sebelum Hindu-Budha datang,  Indonesia telah memiliki seni Arsitektur bangunan megalitik (bangunan batu besar). Setelah datangnya Hindu-Budha terjadilah perpaduan seni arsitektur antara megalitik dan bangunan Hindu-Budha.

 Candi Mendut
D.           Kepercayaan dan Filsafat
Sistem kepercayaan Indonesia asli mengenal adanya kepercayaan pemujaan terhadap roh nene moyang yang diesebut animisme. Didalam kepercayaan ini, nenek moyang yang meninggal dianggap dapat melindungi keturunannya yang berbakti kepadanya. Sebagai wujud rasa terimakasih dan pengharapan atas jasa-jasa nenek moyang mereka didirikanlah sebuah bangunan peringatan yang disebut menhir. Setelah masuknya pengaruh Hindu-Budha, praktik pemujaan terhadap nenek moyang tetap berjalan di kompleks candi. Dalam agama Hindu, raja yang meninggal biasanya dianggap telah menyatu dengan dewa. Untuk memuja raja yang telah meninggal ini dibuatlah candi atau patung dan dipuja, padahal di India praktik keagamaan ini tidak pernah terjadi karena fungsi candi di Indian hanya sebagai tempat pemujaan terhadap para dewa.
E.            Sistem Pemerintahan dan Kemasyarakatan
Sebelum Hindu-Budha datang ke Indonesia, sistem pemerintahan yang berlaku adalah kesukuan. Untuk menjadi kepala suku seseorang harus memiliki pengaruh atau kelebihan. Setelah masuknya pengaruh Hindu-Budha, yang menjadikan kepala pemerintahan adalah seorang Raja yang bersifat turun-temurun. Pada masa Hindu muncul konsep raja merupakan titisan dewa di dunia dan memerintah atas nama dewa. Raja diyakini sebagai titisan dewa Wisnu  sehingga kekuasaanya tidak dapat diganggu gugat dan bersifat mutlak.
Wujud alkulturasi disamping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan. Yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem Kasta. Sistem ini menurut kepercayaan Hindu terdiri atas Kasta Brahmana (Pendeta), Ksatria (Prajurit dan Bangsawan), Waisya (pedagang), dan Sudra (rakyat jelata). Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia, tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta di India, di India kasta-kasta ini diterapkan secara keseluruhan dan dalam seruruh aspek. Namun di Indonesia tidak demikian, karena di Indonesia kasta hanyalah diterapkan untuk upacara keadatan.
F.            Sistem penanggalan
Pada masa praaksara, masyarakat Indonesia telah memanfaatkan sistem penanggalan kalender Mangso dan kalender Wuku. Kalender Mangso adalah sistem penanggalan yang dipergunakan untuk menentukan musim . misalnya, dalam satu tahun dibagi menjadi 12 musim atau mangso, yaitu mangso ke satu (koso) sampai mangso kedua belas (sadha). Kalender wuku disusun untuk merencanakan kegiatan pertanian, upacara adat, dan kehidupan masyarakat. Berdasarkan kalender wuku satu tahun dibagi menjadi 30 wuku dan setiap wuku disusun dengan rasi bintang yang memiliki ciri-ciri tersendiri. Misalnya untuk mengolah tanah, mengadakan hajatan, dan membuat rumah. Contoh sistem penyusunan  kalender Wuku terdiri atas Wuku Shinta (ke-1), Wuku Landhep (ke-2), Wuku Wukir (ke-3) dan seterusnya sampai wuku ke-30 yaitu Wuku Watu Gunung. Dengan masuknya Hindu-Budha, sistem kalender Saka yang membagi masa satu tahun menjadi 365 hari. Perbedaan tahun Saka dan Masehi adalah selisih 78 tahun, yaitu jika tahun saka 654, dalam Masehi menjadi 732. Penggunaan kalender Saka yang berasal dari India Selatan pada abad ke-1 SM merupakan contoh terjadinya alkulturasi kebudayaan India di Indonesia.
Selain adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun saka dengan menggunakan Candrasangkala. Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala ini banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di Pulau Jawa, dan menggunakan bahasa jawa. Salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi. Apabila diartikan sirna=0, ilang=0, kertaning=4, bhumi=1, sehingga kalimat tersebut diartikan sama dengan tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit.



G.           Seni Ukir dan Pahat
masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat, dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dindingdinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan pada dinding-dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan burung merpati.
Pada relief kala makara pada candi dibuat sangat indah. Hiasan relief kala makara, dasarnya adalah motif binatang dan tumbuh-tumbuhan. Hal semacam ini sudah dikenal sejak masa sebelum Hindu. Binatang-binatang itu dipandang suci, maka sering diabadikan dengan cara di lukis.


Tidak ada komentar

Posting Komentar