A.
Bahasa
dan Tulisan
Masuknya agama Budha ke Indonesia
membawa pengaruh positif terhadap budaya tulis. Setelah mengenal budaya tulis
bangsa Indonesia mulai memasuki zaman sejarah. Sebelum kedatangan bangsa India,
Indonesia belum mengenal budaya tulis. Padahal budaya tulis sangat penting bagi
manusia untuk mengembangkan dan merekam pengetahuan-pengetahuan. Dengan
dikenalnya budaya tulis manusia dapat mempelajari dan mewariskan pengetahuannya
kepada generasi selanjutnya. Jenis tulisan yang dibawa India ke Indonesia
adalah bahasa sansakerta dengan huruf
pallawa. Bahasa sansakerta ini sering digunakan sebagai penggunaan nama tempat,
nama diri, dan gelar penjabat tinggi. Contoh penggunaan bahasa sansakerta
terhadap nama diri dan gelar dilingkungan istana: Raja dari kutai Mulawarman, Raja
Tarumanegara Punawarman, dan lain-lain.
Huruf pallawa ini kemudian dikembangkan di beberapa daerah menjadi huruf Batak,
Kawi, Jawa, Dan Bali.
B.
Kesusastraan
Tradisi kebudayaan Hindu-Budha
mempengaruhi para punjangga kerajaan Hindu-Budha di Indonesia dalam menuliskan
karya sastranya. Pada masa kerajaan Hindu-Budha, banyak karya sastra India yang
disadur oleh pujangga ke dalam sastra Jawa Kuno. Misalnya, cerita Kepahlawanan Ramayana dan Mahabhrata. Di Indonesia kedua cerita kepahlawanan tersebut menjadi
bahan cerita dalam puisi jawa kuno (kakawin) dan seni pertunjukan wayang. Kedua
kitab tersebut merupakan kepercayaan kebudayaan Hindu. Tetapi setelah
berkembang di Indonesia tidak sama proses seperti aslinya dari India karena
sudah disadur kembali oleh pujangga Indonesia, kedalam bahasa jawa kuno.
Tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh punakawan seperti Semar, Bagong, Petruk,
dan Gareng. Bahkan dalam kisah Bharatayudha yang disadur dari kitab Mahabhrata tidak diceritakan perang
antara Pandawa dan Kurawa, tetapi diceritakan kemenangan Jayabaya dari Kediri
melawan Jenggala.
C.
Seni
Bangunan
Pengaruh budaya Hindu-Budha di
Indonesia sangatlah besar pada seni bangunan candi. Di Indonesia, candi
memiliki arti atau bentuk bangunan yang beragam. Misalnya, candi yang berfungsi
sebagai tempat peribadatan dan makam, candi pemandian suci, candi padas, candi
gapura, dan candi asrama pendeta. Sebelum Hindu-Budha datang, Indonesia telah memiliki seni Arsitektur
bangunan megalitik (bangunan batu
besar). Setelah datangnya Hindu-Budha terjadilah perpaduan seni arsitektur
antara megalitik dan bangunan Hindu-Budha.
Candi Mendut
D.
Kepercayaan
dan Filsafat
Sistem kepercayaan Indonesia asli
mengenal adanya kepercayaan pemujaan terhadap roh nene moyang yang diesebut
animisme. Didalam kepercayaan ini, nenek moyang yang meninggal dianggap dapat
melindungi keturunannya yang berbakti kepadanya. Sebagai wujud rasa terimakasih
dan pengharapan atas jasa-jasa nenek moyang mereka didirikanlah sebuah bangunan
peringatan yang disebut menhir. Setelah masuknya pengaruh Hindu-Budha, praktik
pemujaan terhadap nenek moyang tetap berjalan di kompleks candi. Dalam agama
Hindu, raja yang meninggal biasanya dianggap telah menyatu dengan dewa. Untuk
memuja raja yang telah meninggal ini dibuatlah candi atau patung dan dipuja,
padahal di India praktik keagamaan ini tidak pernah terjadi karena fungsi candi
di Indian hanya sebagai tempat pemujaan terhadap para dewa.
E.
Sistem
Pemerintahan dan Kemasyarakatan
Sebelum Hindu-Budha datang ke
Indonesia, sistem pemerintahan yang berlaku adalah kesukuan. Untuk menjadi
kepala suku seseorang harus memiliki pengaruh atau kelebihan. Setelah masuknya pengaruh
Hindu-Budha, yang menjadikan kepala pemerintahan adalah seorang Raja yang
bersifat turun-temurun. Pada masa Hindu muncul konsep raja merupakan titisan
dewa di dunia dan memerintah atas nama dewa. Raja diyakini sebagai titisan dewa
Wisnu sehingga kekuasaanya tidak dapat
diganggu gugat dan bersifat mutlak.
Wujud alkulturasi disamping
terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan.
Yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem Kasta. Sistem ini menurut
kepercayaan Hindu terdiri atas Kasta Brahmana
(Pendeta), Ksatria (Prajurit dan
Bangsawan), Waisya (pedagang), dan Sudra (rakyat jelata). Kasta-kasta
tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia, tetapi tidak
sama persis dengan kasta-kasta di India, di India kasta-kasta ini diterapkan
secara keseluruhan dan dalam seruruh aspek. Namun di Indonesia tidak demikian,
karena di Indonesia kasta hanyalah diterapkan untuk upacara keadatan.
F.
Sistem
penanggalan
Pada masa praaksara, masyarakat
Indonesia telah memanfaatkan sistem penanggalan kalender Mangso dan kalender Wuku.
Kalender Mangso adalah sistem
penanggalan yang dipergunakan untuk menentukan musim . misalnya, dalam satu
tahun dibagi menjadi 12 musim atau mangso,
yaitu mangso ke satu (koso) sampai mangso kedua belas (sadha).
Kalender wuku disusun untuk
merencanakan kegiatan pertanian, upacara adat, dan kehidupan masyarakat.
Berdasarkan kalender wuku satu tahun dibagi menjadi 30 wuku dan setiap wuku
disusun dengan rasi bintang yang memiliki ciri-ciri tersendiri. Misalnya untuk
mengolah tanah, mengadakan hajatan, dan membuat rumah. Contoh sistem
penyusunan kalender Wuku terdiri atas Wuku Shinta (ke-1), Wuku Landhep (ke-2), Wuku
Wukir (ke-3) dan seterusnya sampai
wuku ke-30 yaitu Wuku Watu Gunung.
Dengan masuknya Hindu-Budha, sistem kalender Saka yang membagi masa satu tahun
menjadi 365 hari. Perbedaan tahun Saka dan Masehi adalah selisih 78 tahun,
yaitu jika tahun saka 654, dalam Masehi menjadi 732. Penggunaan kalender Saka
yang berasal dari India Selatan pada abad ke-1 SM merupakan contoh terjadinya
alkulturasi kebudayaan India di Indonesia.
Selain adanya pengetahuan tentang
kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun saka dengan menggunakan Candrasangkala. Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca
sebagai angka. Candrasangkala ini
banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di Pulau Jawa, dan menggunakan
bahasa jawa. Salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi. Apabila diartikan sirna=0, ilang=0, kertaning=4, bhumi=1, sehingga kalimat tersebut diartikan sama dengan tahun 1400
Saka atau 1478 Masehi yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit.
G.
Seni
Ukir dan Pahat
masuknya
pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat,
dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan
pada bagian dindingdinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan pada dinding-dinding
pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat Sang Buddha. Di
sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung
dan burung merpati.
Pada
relief kala makara pada candi dibuat
sangat indah. Hiasan relief kala makara,
dasarnya adalah motif binatang dan tumbuh-tumbuhan. Hal semacam ini sudah
dikenal sejak masa sebelum Hindu. Binatang-binatang itu dipandang suci, maka
sering diabadikan dengan cara di lukis.
Tidak ada komentar
Posting Komentar