Dengan
nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan syukur bagi
Allah swt yang dengan ridho-Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan lancar. Sholawat dan salam tetap kami haturkan kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad saw dan untuk para keluarga, sahabat dan
pengikut-pengikutnya yang setia mendampingi beliau. Terima kasih kepada
keluarga teman-teman dan yang terlibat dalam pembuatan makalah ini yang dengan
do'a dan bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar.
Dalam
makalah ini, kami menguraikan tentang ”Taubat” yang kami ambil dari berbagai
sumber, diantaranya buku dan internet. Makalah ini diharapkan bisa menambah
wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Kami berharap bisa
dimafaatkan semaksimal mugkin.
Tidak
ada gading yang tak retak, demikian pula makalah ini, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun tetap kami nantikan dan kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
PENYUSUN
DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PEMBAHASAN
A. Pengertian
Taubat
B. Tingkatan
Taubat
C. Taubat
yang Diterima dan Taubat yang Tidak Diterima
D. Macam-macam
Dosa atau perbuatan yang menuntut taubat
E. Cerminan
Taubat
F. Do’a
Taubat
G.
Hikmah Taubat
BAB II PENUTUP
H. Kesimpulan
dan Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Taubat
Kata Taubat dalam bahasa arab adalah
merupakan mashdar dari dari kalimat “taba-yatuba-taubatan” yang artinya
kembali. Sejalan dengan pengertian secara bahasa, taubat menurut Al-Ghazali
sebagaimana disebutkan dalam bukunya Zainul Bahri “Taubat adalah kembali dari
jalan yang menjauhkan diri dari Allah yang mendekatkan diri kepada syetan.
Selanjutnya, lebih rinci lagi Al-Junaid menyebutkan bahwa taubat itu memiliki
tiga makna ; pertama, menyesali kesalahan, kedua, berketetapan
hati untuk tidak kembali kepada apa yang telah dilarang Allah, dan ketiga,
menyelesaikanatau membela orang yang teraniaya.
Al-Ghazali
sebagaimana tersebut dalam buku “Ilmu Tasawuf” karangan Mukhtar Solihin dan
Rosihan Anwar, mengklasifikasikan taubat kepada tiga tingkatan :
- Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan karena takut kepada perintah Allah.
- Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju situasi yang lebih baik lagi. Dalam tasawuf keadaan ini sering disebut dengan “inabah”.
- rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah, hal ini disebut “aubah”.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat
dipahami bahwa taubat adalah amalan seorang hamba untuk tidak mengulangi
kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa yang kemudian ia kembali kepada jalan yang
lurus (yakni pada ajaran yang diperintahkan oleh Allah dan senantiasa akan
menjauhi segala larangannya) dengan penyesalan telah hanyut dalam kesalahan,
dan tidak akan mengulanginya lagi.
Taubat
merupakan hal yang wajib dilaksanakan dari setiap dosa-dosa, maka jika maksiat
(dosa) itu hanya antara ia dengan Allah, tidak ada hubungan dengan manusia.
Allah
berfirman dalam QS. Ali-Imran : 135 :
Dalam
QS. An-Nur : 31
Ada
beberapa syarat sah atau diterimanya taubat, yaitu :
- Harus menghentikan maksiat.
- Harus menyesal atas perbuatan yang telah terlanjur dilakukannya.
- Niat bersungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan itu kemali. Dan apabila dosa itu ada hubungannya dengan hak manusia maka taubatnya ditambah dengan syarat keempat, yaitu :
- Menyelesaikan urusan dengan orang yang berhak dengan minta maaf atas kesalahannya atau mengembalikan apa yang harus dikembalikannya.
B.
Tingkatan Taubat
Mengenai tingkatan taubat, Zainul Bahri
menyebutkan dalam bukunya mengutip dari pendapat Al-Sarraj, taubat terbagi
kepada beberapa bagian ;
1.
Taubatnya orang-orang yang berkehendak (muriddin), para pembangkang
(muta’aridhin), para pencari (thalibin), dan para penuju (qashidin).
2.
Taubatnya ahli hakikat atau khawash (khusus). Yakni taubatnya orang-orang yang
ahli hakikat, yakni mereka yang tidak ingat lagi akan dosa-dosa mereka karena
keagungan Allah, telah memenuhi hati mereka dan mereka senantiasa ingat
(dzikir) kepadanya.
3.
Taubatnya ahli ma’rifat, dan kelompok istimewa. Pandangan ahli ma’rifat,
wajidin (orang-orang yang mabuk kepada Allah), dan kelompok istimewa tentang
pengertian taubat adalah engkau bertaubat (berpaling) dari segala sesuatu
selain Allah.
Terlepas dari mengenai tingkatan taubat, perlu
diketahui bahwa taubat yang diperintahkan kepada orang-orang mukmin adalah taubat
an-nasuha, seperti yang disebutkan dalam firman Allah : QS. At-Tahrim : 8
Taubatan Nasuha artinya taubat yang
sebenar-benarnya dan pasti, yang mampu menghapus dosa-dosa sebelumnya,
menguraikan kekusutan orang yang bertaubat, menghimpun hatinya dan mengenyahkan
kehinaan yang dilakukannya.
Muhammad bin Ka’ab al-Qurthuby berkata :
“Taubatan nasuha menghimpun empat perkara ; memohon ampun dengan lisan,
membebaskan diri dari dosa dengan badan, tekat untuk kembali melakukannya lagi
dengan sepenuh perasaan dan menghindari teman-teman yang buruk.
C.
Taubat yang Diterima dan Taubat yang Tidak Diterima
Siapa yang bertaubat kepada Allah dengan taubatan
nasuha dan menghimpun semua syarat-syarat taubat sesuai dengan haknya, maka
bias dipastikan bahwa taubatnya diterima oleh Allah.
Namun
diantara ulama ada yang mengatakan, diterimanya taubat itu belum bisa
dipastikan, tapi hanya sebatas harapan. Orang yang bertaubat ada di bawah kehendak
Allah sekalipun ia sudah bertaubat. Mereka berhujjah dengan firman Allah dalam
QS. An-Nisa : 48
Pendapat lain mengatakan bahwa, seseorang
yang telah melakukan taubat hakiki jika dia benar-benar telah berpaling dan
kembali dari dosa-dosa menuju kebajikan dan petunjuk. Apabila berpaling dari
dosa dilakukan dengan kesungguhan dan bukan semata-mata karena menyaksikan
hukuman, dengan kekuasaan dan rahmat-Nya Allah Swt akan menerima taubatnya. Hal
ini ditilik dari janji dan Sunnatullah yang berlaku pada makhluknya, Allah Swt
berfirman dalam QS. Asy-Syura : 25
Ada
dua macam taubat yang tidak akan diterima, yaitu :
Yang pertama taubat atas kesalahan yang
dilakukan di dunia tatkala hukuman telah mengenai dirinya. Sesungguhnya dalam
keadaan ini tampak seolah-olah dia bertaubat, padahal tidak demikian. Allah Awt
berfirman dalam QS. Al-Mukmin : 84-85
Yang kedua adalah taubat yang dilakukan
seorang hamba di akhirat kelak. Ketika seorang hamba telah sampai kea lam
akhirat, maka taubat dan penyesalannya tidak berguna lagi. Taubat itu tidak
diterima lagi bukan hanya karena ketika itu hukuman balasan telah tampak jelas
di hadapannya, akan tetapi karena di alam akhirat amal perbuatan dan aktivitas
menuju kesempurnaan sudah tidak mempunyai arti.
D.
Macam-macam Dosa atau perbuatan yang menuntut taubat
Taubat diharuskan pada setiap melakukan
dosa, Maka taubat adalah dari semua dosa besar dan kecil. Ada yang
mengatakan bahwa tidak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus dan
tidak ada dosa besar bersama istighfar.
Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya
menyebutkan dosa-dosa yang meminta taubat adalah sebagai berikut:
- Dosa karena meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan.
Kedurhakaan yang pertama kehadap Allah adalah
meninggalkan apa yang diperintahkan. Ini merupakan kedurhakaan iblis.
Sebagaimana di dalam surah Al-Baqarah ayat 34, sebagai berikut:
Kedurhakaan
yang kedua adalah mengerjakan apa yang dilarang Allah swt, yaitu merupakan
kedurhakaan Adam.
Allah
Swt berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 35
Tetapi
Adam dikalahkan oleh kelemahannya sebagai manusia, sehingga diapun lalai dan
tekadnya menjadi lemah karena mendapat bujukan iblis.
- Dosa anggota tubuh dan dosa hati
Banyak orang yang tidak tahu macam-macam
kedurhakaan dan dosa selain dari apa yang ditangkap indranya atau yang
berkaitan dengan anggota tubuh zhahir, seperti kedurhakaan yang lahir dari
tangan, kaki, mata, telinga, lidah hidung dan lain-lainnya yang berhubungan
dengan syahwat perut, kemaluan, birahi dan naluri keduniaan yang ada pada diri
manusia.
Kedurhakaan mata adalah memandang apa yang
diharamkan Allah. Kedurhakaan telinga adalah mendengar apa yang diharamkan oleh
Allah, seperti kata-kata yang menyimpang yang diucapkan lisan. Kedurhakaan
lisan adalah mengucapkan perkataan yang diharamkan oleh Allah, yang menurut
Imam al-Ghazali ada dua puluh ma cam, seperti, dusta, ghibah, adu domba,
olok-olok, sumpah palsu, janji dusta, kata-kata batil, omong kosong, tuduhan
terhadap wanita-wanita muslimah yang lalai, ratap tangis, kutukan, caci maki
dan sebagainya.
- Dosa yang berupa kedurhakaan dan bid’ah
“Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang
baru, karena setiap yang baru adalah bid’ah dan bid’ah itu adalah kesesatan”.
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).
“Barang siapa yang mengada-ngadakan
sesuatu yang baru dalam agama kami yang bukan termasuk darinya maka dia
tertolak” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Artinya urusan yang baru itu tidak diterima,
karena itu merupakan taqarrub kepada Allah dengan cara yang tidak menurutnya
perintahnya dan tidak seperti yang disyari’atkan dalam agama serta tidak
diizinkannya.
Bahkan pada hakikatnya bid’ah itu
merupakan salah satu jenis kedurhakaan, hanya saja dengan sifat yang lebih
khusus. Pelakunya mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan bid’ah dan dia
yakin bahwa dengan bid’ah ini menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah dari
pada orang lain yang tidak melakukannya.
- Yang terbatas dan dosa yang tidak terbatas
Di antara ketaatan dan kebaikan, ada yang
terbatas dan tidak berpengaruh kecuali terhadapa dirinya sendiri, seperti
shalat, puasa, haji, umrah, haji, dzikir, membaca al-Qur’an, shadaqah, berbakti
kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, orang miskin dan ibnu sabil.
Hal ini tidak berbeda dengan dosa dan keburukan, yang sebagian diantaranya ada
yang hanya berpengaruh kepada pelakunya dan tidak menjalar kepada orang lain.
Namun sebagian lain ada yang berpengaruh kepada orang lain, sedikit atau banyak
- Yang berkaitan dengan hak Allah dan hak hamba
Cukup banyak contoh dosa, kedurhakaan dan
pelanggaran terhadap hak-hak Allah, seperti meninggalkan sebagian perintah,
mengerjakan sebagian yang dilarang, seperti minum khamar, mendengarkan hal-hal
yang tidak pantas, menyiksa binatang, menyiksa diri sendiri, memboroskan harta
dan sebagainya.
Sedangkan dosa yang berkaitan dengan hak
hamba, terutama hak material, maka taubat darinya, tetapi harus mengembalikan
hak itu kepada pemiliknya atau meminta pembebasan darinya atau minta maaf dan
memohon pembebasan dari pemenuhan hak karena Allah semata. Jika tidak hak itu
sama dengan hutang yang harus dilunasinya, hingga kedua belah pihak harus
membuat perhitungan tersendiri pada hari kiamat. Jika kebaikannya tidak
mencukupi, maka keburukan-keburukan orang yang memiliki hak itu dialihkan
kepadanya, sampai akhirnya hak itu terpenuhi.
E.
Cerminan
Taubat
Diriwayatkan dari Hasan, ia berkata bahwa
ketika Allah menerima taubat Nabi Adam a.s. para malaikat mengucapkan selamat
kepadanya dan Jibril serta Mikail a.s turun kepadanya seraya berkata “Wahai Adam , tenanglah hatimu
sebab Allah Ta’ala telah menerima
taubatmu.”
Jawab Nabi Adam a.s “Hai Jibril, jika sesudah
taubat ini ada pertanyaan, maka dimana sebenarnya maqom (kedudukan) aku?”
Allah pun menurunkan wahyu kepada Nabi Adam a.s., “Hai Adam,
kuwariskan kepada keturunanmu jerih-payah dan upah, dan kuwariskan taubat
kepada mereka. Barangsiapa di antara mereka berdo’a kepada-ku, pasti kukabulkan
sebagaimana Aku mengabulkan engkau, dan barangsiapa memohon ampunan-ku, aku
tidak berlaku kikir atasnya. Sebab aku dekat, dan pengampunan dosa. Hai Adam,
orang-orang yang bertaubat akan dibangkitkan dari kuburnya dengan keadaan suka
ria dan tersenyum simpul di mana do’apermohonana mereka dikabulkan.”
Menurut sirrah nabawiyah. Setelah mengakui
kesalahannya memakan buah khuldi karena
bisikan setan, Nabi Adam a.s diturunkan
oleh Allah kemuka bumi.semenjak ia keluar dari syurga , beliau menanggis selama
300 tahun. Nabi Adam tidak mengangkat kepalanya kelangit karena terlampau malu
kepada Allah SWT. Beiau sujud diatas gunung selama 100 tahun. Kemudian
menanggis lagi di jurang serantip.
Nabi Adam berdo’a yang artinya:
“ya
Tuhan, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami serta menberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk
orang-orang yang merugi (QS. Al-A’raf
23)
Di
dalam Al-qur’an , juga terdapat ayat mengenai taubatnya Nabi Adam as,
Firman Allah swt. Yang berbunyi:
“kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
tuhannya, maka Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha penerima
taubat lagi Maha Penyayang”. (Al-Baqarah:37)
Sungguh sangat berbeda taubat Nabi Adam dengan
taubat kita, Nabi adam bisa menanggis selama 100 tahun sementara kita susah
untuk untuk menanggis walaupun sudah melakukan maksiat yang banyak kepada Allah
SWT. Mudah-mudahan kita benar-benar menjadi hamba yang bertaubat. Aamiiin.
F.
Do’a Taubat
Dari Abu
Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu dari nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
salam bahwasanya beliau biasa membaca doa berikut:
«اللهُمَّ
اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي، وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي، وَمَا أَنْتَ
أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، اللهُمَّ اغْفِرْ لِي جِدِّي وَهَزْلِي، وَخَطَئِي
وَعَمْدِي، وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي، اللهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا
أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ
مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ»
Ya Allah,
ampunilah kesalahanku, ketidak tahuanku dan sikapku yang berlebihan dalam
urusan-urusanku, serta dosa-dosa lainnya yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada aku.
Ya Allah,
ampunilah dosa yang aku lakukan dalam kondisi bersungguh-sungguh dan kondisi
bersendau gurau, kekeliruanku dan kesengajaanku dan semua kesalahan itu berasal
dari diriku sendiri.
Ya Allah,
ampunilah dosa yang telah aku lakukan pada masa lalu dan dosa yang aku lakukan
pada masa belakangan, dosa yang aku sembunyikan dan dosa yang aku lakukan
secara terang-terangan, serta dosa-dosa lainnya yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada aku.
Engkau Maha
Mendahulukan dan Engkau Maha Mengakhirkan, dan Engkau Maha Berkuasa atas segala
sesuatu (HR. Bukhari no. 6398 dan Muslim
no. 2719)
Keterangan:
Makna dari
lafal Maha Mendahulukan adalah
mewafatkan seseorang lebih dahulu atas orang lain, sedangkan makna dari lafal Maha Mengakhirkan adalah
mewafatkan seseorang lebih akhir dari orang lain. Wallahu
a’lam bish-shawab.
Imam
Al-Muhallab berkata: “Lafal Engkau Maha
Mendahulukan dan Engkau Maha Mengakhirkan menunjuk kepada Dzat
Allah sendiri, sebab Allah-lah yang mendahulukan (menye gerakan) kebangkitan (seorang hamba) menuju akhirat dan Allah
pula yang mengakhirkan kebangkitan (kelahiran seorang hamba) di dunia.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarh
Shahih al-Bukhari, 3/5)
Imam
An-Nawawi berkata: “Makna dari “Maha Mendahulukan” adalah Allah mendahulukan
hamba yang dikehendaki-Nya kepada rahmat-Nya, dengan cara Allah memberinya
taufik. Adapun makna dari “Maha Mengakhirkan” adalah Allah mengakhirkan hamba
yang dikehendaki-Nya kepada rahmat-Nya karena Allah membiarkannya.” (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 17/40-41)
G.
Hikmah Taubat
·
Memberi peluang kepada orang yang
berdosa kembali kejalan Allah
·
Memberi ketenangan hati kepada muslim
yang bertaubat
·
Mendapat keampunan serta petunjuk
Allah
·
Sebagai satu cara mendekatkan diri
kepada Allah
BAB II
PEMBAHASAN
H.
Kesimpulan dan Saran
Dari penjelasan diatas dapat diambil beberapa
kesimpulan, diantaranya :
· Taubat
adalah amalan seorang hamba untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan atau
dosa-dosa yang kemudian ia kembali kepada jalan yang lurus (yakni pada ajaran
yang diperintahkan oleh Allah dan senantiasa akan menjauhi segala larangannya)
dengan penyesalan telah hanyut dalam kesalahan, dan tidak akan mengulanginya
lagi.
·
Taubat terbagi kepada beberapa bagian ;
a.
Taubatnya orang-orang yang berkehendak (muriddin),
b.
Taubatnya ahli hakikat atau khawash (khusus).
c.
Taubatnya ahli ma’rifat, dan kelompok istimewa.
· Taubatan
Nasuha artinya taubat yang sebenar-benarnya dan pasti, yang mampu menghapus
dosa-dosa sebelumnya, menguraikan kekusutan orang yang bertaubat, menghimpun
hatinya dan mengenyahkan kehinaan yang dilakukannya.
· Siapa
yang bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha dan menghimpun semua
syarat-syarat taubat sesuai dengan haknya, maka bisa dipastikan bahwa taubatnya
diterima oleh Allah. Namun diantara ulama ada yang mengatakan, diterimanya
taubat itu belum bisa dipastikan, tapi hanya sebatas harapan. Orang yang
bertaubat ada di bawah kehendak Allah sekalipun ia sudah bertaubat.
·
Ada dua macam taubat yang tidak akan diterima, yaitu : Yang pertama taubat atas
kesalahan yang dilakukan di dunia tatkala hukuman telah mengenai dirinya.Yang
kedua adalah taubat yang dilakukan seorang hamba di akhirat kelak.
·
Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya menyebutkan dosa-dosa yang meminta taubat
adalah sebagai berikut:
a.
Dosa karena meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan.
b.
Dosa anggota tubuh dan dosa hati
c.
Dosa yang berupa kedurhakaan dan bid’ah
d.
Yang terbatas dan dosa yang tidak terbatas
e.
Yang berkaitan dengan hak Allah dan hak hamba
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,
Rosihan dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, Bandung , Pustaka Setia, 2004
Muthahhari,
Murtadha. Jejak-jejak Rohani, Bandung : Pustaka Hidayah, 1996
Al-Ghazali,
Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Bandung : Mizan, 1997
Al-Qardhawi,
Yusuf. Taubat, Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 1999.
Nata,
Abudin. Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/seputar-ramadhan/15-pengajian/1015-taubat-nasuha
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/seputar-ramadhan/15-pengajian/1015-taubat-nasuha
Tidak ada komentar
Posting Komentar