Minggu, 03 April 2016

Taubat

KATA PENGANTAR Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan syukur bagi Allah swt yang dengan ridho-N... thumbnail 1 summary


KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan syukur bagi Allah swt yang dengan ridho-Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar. Sholawat dan salam tetap kami haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw dan untuk para keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya yang setia mendampingi beliau. Terima kasih kepada keluarga teman-teman dan yang terlibat dalam pembuatan makalah ini yang dengan do'a dan bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar.
Dalam makalah ini, kami menguraikan tentang ”Taubat” yang kami ambil dari berbagai sumber, diantaranya buku dan internet. Makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Kami berharap bisa dimafaatkan semaksimal mugkin.
Tidak ada gading yang tak retak, demikian pula makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan dan kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. 





PENYUSUN



                       







DAFTAR ISI

                                                                                  
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PEMBAHASAN
A.         Pengertian Taubat
B.         Tingkatan Taubat
C.         Taubat yang Diterima dan Taubat yang Tidak Diterima
D.         Macam-macam Dosa atau perbuatan yang menuntut taubat
E.         Cerminan Taubat
F.         Do’a Taubat
G.         Hikmah Taubat
BAB II PENUTUP
H.         Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka











BAB I
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Taubat
Kata Taubat dalam bahasa arab adalah merupakan mashdar dari dari kalimat “taba-yatuba-taubatan” yang artinya kembali. Sejalan dengan pengertian secara bahasa, taubat menurut Al-Ghazali sebagaimana disebutkan dalam bukunya Zainul Bahri “Taubat adalah kembali dari jalan yang menjauhkan diri dari Allah yang mendekatkan diri kepada syetan. Selanjutnya, lebih rinci lagi Al-Junaid menyebutkan bahwa taubat itu memiliki tiga makna ; pertama, menyesali kesalahan, kedua, berketetapan hati untuk tidak kembali kepada apa yang telah dilarang Allah, dan ketiga, menyelesaikanatau membela orang yang teraniaya.
Al-Ghazali sebagaimana tersebut dalam buku “Ilmu Tasawuf” karangan Mukhtar Solihin dan Rosihan Anwar, mengklasifikasikan taubat kepada tiga tingkatan :
  1. Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan karena takut kepada perintah Allah.
  2. Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju situasi yang lebih baik lagi. Dalam tasawuf keadaan ini sering disebut dengan “inabah”.
  3. rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah, hal ini disebut “aubah”.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat dipahami bahwa taubat adalah amalan seorang hamba untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa yang kemudian ia kembali kepada jalan yang lurus (yakni pada ajaran yang diperintahkan oleh Allah dan senantiasa akan menjauhi segala larangannya) dengan penyesalan telah hanyut dalam kesalahan, dan tidak akan mengulanginya lagi.
Taubat merupakan hal yang wajib dilaksanakan dari setiap dosa-dosa, maka jika maksiat (dosa) itu hanya antara ia dengan Allah, tidak ada hubungan dengan manusia.
Allah berfirman dalam QS. Ali-Imran : 135 :
Dalam QS. An-Nur : 31

Ada beberapa syarat sah atau diterimanya taubat, yaitu :
  1. Harus menghentikan maksiat.
  2. Harus menyesal atas perbuatan yang telah terlanjur dilakukannya.
  3. Niat bersungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan itu kemali. Dan apabila dosa itu ada hubungannya dengan hak manusia maka taubatnya ditambah dengan syarat keempat, yaitu :
  4. Menyelesaikan urusan dengan orang yang berhak dengan minta maaf atas kesalahannya atau mengembalikan apa yang harus dikembalikannya.

B.     Tingkatan Taubat
Mengenai tingkatan taubat, Zainul Bahri menyebutkan dalam bukunya mengutip dari pendapat Al-Sarraj, taubat terbagi kepada beberapa bagian ;
1.        Taubatnya orang-orang yang berkehendak (muriddin), para pembangkang (muta’aridhin), para pencari (thalibin), dan para penuju (qashidin).
2.        Taubatnya ahli hakikat atau khawash (khusus). Yakni taubatnya orang-orang yang ahli hakikat, yakni mereka yang tidak ingat lagi akan dosa-dosa mereka karena keagungan Allah, telah memenuhi hati mereka dan mereka senantiasa ingat (dzikir) kepadanya.
3.        Taubatnya ahli ma’rifat, dan kelompok istimewa. Pandangan ahli ma’rifat, wajidin (orang-orang yang mabuk kepada Allah), dan kelompok istimewa tentang pengertian taubat adalah engkau bertaubat (berpaling) dari segala sesuatu selain Allah.

Terlepas dari mengenai tingkatan taubat, perlu diketahui bahwa taubat yang diperintahkan kepada orang-orang mukmin adalah taubat an-nasuha, seperti yang disebutkan dalam firman Allah : QS. At-Tahrim : 8

Taubatan Nasuha artinya taubat yang sebenar-benarnya dan pasti, yang mampu menghapus dosa-dosa sebelumnya, menguraikan kekusutan orang yang bertaubat, menghimpun hatinya dan mengenyahkan kehinaan yang dilakukannya.
Muhammad bin Ka’ab al-Qurthuby berkata : “Taubatan nasuha menghimpun empat perkara ; memohon ampun dengan lisan, membebaskan diri dari dosa dengan badan, tekat untuk kembali melakukannya lagi dengan sepenuh perasaan dan menghindari teman-teman yang buruk.

C.      Taubat yang Diterima dan Taubat yang Tidak Diterima
Siapa yang bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha dan menghimpun semua syarat-syarat taubat sesuai dengan haknya, maka bias dipastikan bahwa taubatnya diterima oleh Allah.
Namun diantara ulama ada yang mengatakan, diterimanya taubat itu belum bisa dipastikan, tapi hanya sebatas harapan. Orang yang bertaubat ada di bawah kehendak Allah sekalipun ia sudah bertaubat. Mereka berhujjah dengan firman Allah dalam QS. An-Nisa : 48
Pendapat lain mengatakan bahwa, seseorang yang telah melakukan taubat hakiki jika dia benar-benar telah berpaling dan kembali dari dosa-dosa menuju kebajikan dan petunjuk. Apabila berpaling dari dosa dilakukan dengan kesungguhan dan bukan semata-mata karena menyaksikan hukuman, dengan kekuasaan dan rahmat-Nya Allah Swt akan menerima taubatnya. Hal ini ditilik dari janji dan Sunnatullah yang berlaku pada makhluknya, Allah Swt berfirman dalam QS. Asy-Syura : 25

Ada dua macam taubat yang tidak akan diterima, yaitu :
Yang pertama taubat atas kesalahan yang dilakukan di dunia tatkala hukuman telah mengenai dirinya. Sesungguhnya dalam keadaan ini tampak seolah-olah dia bertaubat, padahal tidak demikian. Allah Awt berfirman dalam QS. Al-Mukmin : 84-85
       Yang kedua adalah taubat yang dilakukan seorang hamba di akhirat kelak. Ketika seorang hamba telah sampai kea lam akhirat, maka taubat dan penyesalannya tidak berguna lagi. Taubat itu tidak diterima lagi bukan hanya karena ketika itu hukuman balasan telah tampak jelas di hadapannya, akan tetapi karena di alam akhirat amal perbuatan dan aktivitas menuju kesempurnaan sudah tidak mempunyai arti.


D.     Macam-macam Dosa atau perbuatan yang menuntut taubat
Taubat diharuskan pada setiap melakukan dosa,  Maka taubat adalah dari semua dosa besar dan kecil. Ada yang mengatakan bahwa tidak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus dan tidak ada dosa besar bersama istighfar.
Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya menyebutkan dosa-dosa yang meminta taubat adalah sebagai berikut:

  1. Dosa karena meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan.
Kedurhakaan yang pertama kehadap Allah adalah meninggalkan  apa yang diperintahkan. Ini merupakan kedurhakaan iblis. Sebagaimana di dalam surah Al-Baqarah ayat 34, sebagai berikut:
Kedurhakaan yang kedua adalah mengerjakan apa yang dilarang Allah swt, yaitu merupakan kedurhakaan Adam.
Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 35
Tetapi Adam dikalahkan oleh kelemahannya sebagai manusia, sehingga diapun lalai dan tekadnya menjadi lemah karena mendapat bujukan iblis.

  1. Dosa anggota tubuh dan dosa hati
Banyak orang yang tidak tahu macam-macam kedurhakaan dan dosa selain dari apa yang ditangkap indranya atau yang berkaitan dengan anggota tubuh zhahir, seperti kedurhakaan yang lahir dari tangan, kaki, mata, telinga, lidah hidung dan lain-lainnya yang berhubungan dengan syahwat perut, kemaluan, birahi dan naluri keduniaan yang ada pada diri manusia.
Kedurhakaan mata adalah memandang apa yang diharamkan Allah. Kedurhakaan telinga adalah mendengar apa yang diharamkan oleh Allah, seperti kata-kata yang menyimpang yang diucapkan lisan. Kedurhakaan lisan adalah mengucapkan perkataan yang diharamkan oleh Allah, yang menurut Imam al-Ghazali ada dua puluh ma cam, seperti, dusta, ghibah, adu domba, olok-olok, sumpah palsu, janji dusta, kata-kata batil, omong kosong, tuduhan terhadap wanita-wanita muslimah yang lalai, ratap tangis, kutukan, caci maki dan sebagainya.

  1. Dosa yang berupa kedurhakaan dan bid’ah

Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang baru, karena setiap yang baru adalah bid’ah dan bid’ah itu adalah kesesatan”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).

Barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang baru dalam agama kami yang bukan termasuk darinya maka dia tertolak” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)

Artinya urusan yang baru itu tidak diterima, karena itu merupakan taqarrub kepada Allah dengan cara yang tidak menurutnya perintahnya dan tidak seperti yang disyari’atkan dalam agama serta tidak diizinkannya.
Bahkan pada hakikatnya  bid’ah itu merupakan salah satu jenis kedurhakaan, hanya saja dengan sifat yang lebih khusus. Pelakunya mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan bid’ah dan dia yakin bahwa dengan bid’ah ini menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah dari pada orang lain yang tidak melakukannya.

  1. Yang terbatas dan dosa yang tidak terbatas
Di antara ketaatan dan kebaikan, ada yang terbatas dan tidak berpengaruh kecuali  terhadapa dirinya sendiri, seperti shalat, puasa, haji, umrah, haji, dzikir, membaca al-Qur’an, shadaqah, berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, orang miskin dan ibnu sabil. Hal ini tidak berbeda dengan dosa dan keburukan, yang sebagian diantaranya ada yang hanya berpengaruh kepada pelakunya dan tidak menjalar kepada orang lain. Namun sebagian lain ada yang berpengaruh kepada orang lain, sedikit atau banyak

  1. Yang berkaitan dengan hak Allah dan hak hamba
Cukup banyak contoh dosa, kedurhakaan dan pelanggaran terhadap hak-hak Allah, seperti meninggalkan sebagian perintah, mengerjakan sebagian yang dilarang, seperti minum khamar, mendengarkan hal-hal yang tidak pantas, menyiksa binatang, menyiksa diri sendiri, memboroskan harta dan sebagainya.
Sedangkan dosa yang berkaitan dengan hak hamba, terutama hak material, maka taubat darinya, tetapi harus mengembalikan hak itu kepada pemiliknya atau meminta pembebasan darinya atau minta maaf dan memohon pembebasan dari pemenuhan hak karena Allah semata. Jika tidak hak itu sama dengan hutang yang harus dilunasinya, hingga kedua belah pihak harus membuat perhitungan tersendiri pada hari kiamat. Jika kebaikannya tidak mencukupi, maka keburukan-keburukan orang yang memiliki hak itu dialihkan kepadanya, sampai akhirnya hak itu terpenuhi.


E.      Cerminan Taubat
Diriwayatkan dari Hasan, ia berkata bahwa ketika Allah menerima taubat Nabi Adam a.s. para malaikat mengucapkan selamat kepadanya dan Jibril serta Mikail a.s turun kepadanya  seraya berkata “Wahai Adam , tenanglah hatimu sebab  Allah Ta’ala telah menerima taubatmu.”
Jawab Nabi Adam a.s “Hai Jibril, jika sesudah taubat ini ada pertanyaan, maka dimana sebenarnya maqom (kedudukan) aku?”
Allah pun menurunkan  wahyu kepada Nabi Adam a.s., “Hai Adam, kuwariskan kepada keturunanmu jerih-payah dan upah, dan kuwariskan taubat kepada mereka. Barangsiapa di antara mereka berdo’a kepada-ku, pasti kukabulkan sebagaimana Aku mengabulkan engkau, dan barangsiapa memohon ampunan-ku, aku tidak berlaku kikir atasnya. Sebab aku dekat, dan pengampunan dosa. Hai Adam, orang-orang yang bertaubat akan dibangkitkan dari kuburnya dengan keadaan suka ria dan tersenyum simpul di mana do’apermohonana mereka dikabulkan.”
Menurut sirrah nabawiyah. Setelah mengakui kesalahannya memakan  buah khuldi karena bisikan setan, Nabi Adam a.s  diturunkan oleh Allah kemuka bumi.semenjak ia keluar dari syurga , beliau menanggis selama 300 tahun. Nabi Adam tidak mengangkat kepalanya kelangit karena terlampau malu kepada Allah SWT. Beiau sujud diatas gunung selama 100 tahun. Kemudian menanggis lagi di jurang serantip.
            Nabi Adam berdo’a yang artinya:
“ya Tuhan, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami serta menberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi  (QS. Al-A’raf 23)
           
Di dalam Al-qur’an , juga terdapat ayat mengenai taubatnya Nabi Adam as,
            Firman  Allah swt. Yang berbunyi:
“kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari tuhannya, maka Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (Al-Baqarah:37)
Sungguh sangat berbeda taubat Nabi Adam dengan taubat kita, Nabi adam bisa menanggis selama 100 tahun sementara kita susah untuk untuk menanggis walaupun sudah melakukan maksiat yang banyak kepada Allah SWT. Mudah-mudahan kita benar-benar menjadi hamba yang bertaubat. Aamiiin.

F.      Do’a Taubat
Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu dari nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam bahwasanya beliau biasa membaca doa berikut:
«اللهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي، وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، اللهُمَّ اغْفِرْ لِي جِدِّي وَهَزْلِي، وَخَطَئِي وَعَمْدِي، وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي، اللهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ»
Ya Allah, ampunilah kesalahanku, ketidak tahuanku dan sikapku yang berlebihan dalam urusan-urusanku, serta dosa-dosa lainnya yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku.
Ya Allah, ampunilah dosa yang aku lakukan dalam kondisi bersungguh-sungguh dan kondisi bersendau gurau, kekeliruanku dan kesengajaanku dan semua kesalahan itu berasal dari diriku sendiri.
Ya Allah, ampunilah dosa yang telah aku lakukan pada masa lalu dan dosa yang aku lakukan pada masa belakangan, dosa yang aku sembunyikan dan dosa yang aku lakukan secara terang-terangan, serta dosa-dosa lainnya yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku.
Engkau Maha Mendahulukan dan Engkau Maha Mengakhirkan, dan Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu (HR. Bukhari no. 6398 dan Muslim no. 2719)
Keterangan:
Makna dari lafal Maha Mendahulukan adalah mewafatkan seseorang lebih dahulu atas orang lain, sedangkan makna dari lafal Maha Mengakhirkan adalah mewafatkan seseorang lebih akhir dari orang lain. Wallahu a’lam bish-shawab.
Imam Al-Muhallab berkata: “Lafal Engkau Maha Mendahulukan dan Engkau Maha Mengakhirkan menunjuk kepada Dzat Allah sendiri, sebab Allah-lah yang mendahulukan (menye    gerakan) kebangkitan (seorang hamba) menuju akhirat dan Allah pula yang mengakhirkan kebangkitan (kelahiran seorang hamba) di dunia.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 3/5)
Imam An-Nawawi berkata: “Makna dari “Maha Mendahulukan” adalah Allah mendahulukan hamba yang dikehendaki-Nya kepada rahmat-Nya, dengan cara Allah memberinya taufik. Adapun makna dari “Maha Mengakhirkan” adalah Allah mengakhirkan hamba yang dikehendaki-Nya kepada rahmat-Nya karena Allah membiarkannya.” (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 17/40-41)

G.     Hikmah Taubat
·         Memberi peluang kepada orang yang berdosa kembali kejalan Allah
·         Memberi ketenangan hati kepada muslim yang bertaubat
·         Mendapat keampunan serta petunjuk Allah
·         Sebagai satu cara mendekatkan diri kepada Allah



BAB II
PEMBAHASAN

H.    Kesimpulan dan Saran
Dari penjelasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya :
·     Taubat adalah amalan seorang hamba untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa yang kemudian ia kembali kepada jalan yang lurus (yakni pada ajaran yang diperintahkan oleh Allah dan senantiasa akan menjauhi segala larangannya) dengan penyesalan telah hanyut dalam kesalahan, dan tidak akan mengulanginya lagi.
·        Taubat terbagi kepada beberapa bagian ;
a.       Taubatnya orang-orang yang berkehendak (muriddin),
b.      Taubatnya ahli hakikat atau khawash (khusus).
c.       Taubatnya ahli ma’rifat, dan kelompok istimewa.
·      Taubatan Nasuha artinya taubat yang sebenar-benarnya dan pasti, yang mampu menghapus dosa-dosa sebelumnya, menguraikan kekusutan orang yang bertaubat, menghimpun hatinya dan mengenyahkan kehinaan yang dilakukannya.
·       Siapa yang bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha dan menghimpun semua syarat-syarat taubat sesuai dengan haknya, maka bisa dipastikan bahwa taubatnya diterima oleh Allah. Namun diantara ulama ada yang mengatakan, diterimanya taubat itu belum bisa dipastikan, tapi hanya sebatas harapan. Orang yang bertaubat ada di bawah kehendak Allah sekalipun ia sudah bertaubat.
·        Ada dua macam taubat yang tidak akan diterima, yaitu : Yang pertama taubat atas kesalahan yang dilakukan di dunia tatkala hukuman telah mengenai dirinya.Yang kedua adalah taubat yang dilakukan seorang hamba di akhirat kelak.
·       Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya menyebutkan dosa-dosa yang meminta taubat adalah sebagai berikut:
a.       Dosa karena meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan.
b.      Dosa anggota tubuh dan dosa hati
c.       Dosa yang berupa kedurhakaan dan bid’ah
d.      Yang terbatas dan dosa yang tidak terbatas
e.       Yang berkaitan dengan hak Allah dan hak hamba
















DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, Bandung , Pustaka Setia, 2004
Muthahhari, Murtadha. Jejak-jejak Rohani, Bandung : Pustaka Hidayah, 1996
Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Bandung : Mizan, 1997
Al-Qardhawi, Yusuf. Taubat, Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 1999.
Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/seputar-ramadhan/15-pengajian/1015-taubat-nasuha




Tidak ada komentar

Posting Komentar